Pada kesempatan kali ini saya akan
sedikit memberikan informasi tentang pengertian pendidikan serta sejarahnya di
Indonesia. Sebelum kita membahas tentang sejarah-sejarah pendidikan di
Indonesia, kita harus terlebih dahulu mengetahui pengertian dari pendidikan. Pendidikan
adalah usaha / aktifitas mendapatkan ilmu dengan tujuan membina potensi-potensi
yang ada pada diri orang tersebut.
Pendidikan di Indonesia dimulai sejak
dini dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) , Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) samapi Perguruan Tinggi. Jenjang pendidikan
diatas kita lalui agar kita dapat menggali potensi yang ada didiri kita secara
maksimal, sehingga kita dapat mengisi kemerdekaan NKRI.
Sejarah Pendidikan Indonesia
A.
Kondisi Pendidikan
Nasional Pada Masa Portugis
Karena berkembangnya perdagangan,
pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia yang kemudian
disusul bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang, mereka juga menyebarkan agama
Nasrani (Khatolik).
Pada tahun 1536 didirikan sebuah
seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang
terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan
berhitung. Di Solor juga didirikan semacam seminarie dan mempunyai ±50 orang
murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon
sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama Khatolik, ternyata di sana
juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum.
Karena sering timbul pemberontakan,
maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini berarti
habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku. Missi
ini adalah missi negara, artinya para missionaris mendapat jaminan hidup dari
negara. Maka jatuhnya negara mengakibatkan hilangnya tenaga missi itu, sehingga
usaha-usaha pendidikan terpaksa harus dihentikan.
B.
Kondisi
Pendidikan Nasional Pada Masa Belanda
Dengan berakhirnya kekuasaan
Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni Belanda. Belanda semula datang
ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda, yang telah bersatu dalam badan
perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan agama Khatolik yang telah
disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama Protestan. Untuk
keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di daerah yang
dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol.
Sekolah
pertama di Jakarta didirikan pada tahun 1617. Lima tahun kemudian sekolah itu
mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan. Tujuan dari sekolah ini adalah
menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap, yang kelak dapat dipekerjakan pada
pemerintahan, administrasi dan gereja. Sampai tahun 1786 dipergunakan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar. Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak
diselenggarakan. Inipun tidak mengherankan, kerena pengajaran Kompeni mempunyai
dasar keagamaan. Pikiran, bahwa taraf ekonomi masyarakat dapat dinaikkan oleh
pendidikan kejuruan, baru muncul dalam abad ke-19.
C. Tanam Paksa dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan
Pendidikan di Indonesia
Dengan
diangkatnya Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal kita memasuki masa baru pendidikan di Indonesia. Ia mendapat
tugas, agar daerah jajahan disulap menjadi daerah
yang memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya bagi Belanda. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah Cultuurstelsel atau tanam paksa.
Van den Bosch mengerti, bahwa
untuk memperbaiki stelsel pembangunan
ekonomi (Bagi Belanda) dibutuhkan
tenaga-tenaga “ahli” yang banyak. Maka mulai terasa kebutuhan akan sekolah yang harus menghasilkan buruh pegawai.
Tetapi karena adanya kesulitan keuangan
untuk Indonesia, pendirian sekolah itu terbatas sekali, meskipun hasil tanam paksa terus mengalir ke negeri
Belanda dengan derasnya.
Ketika itu karena banyak
dibutuhkan tenaga-tenaga rendahan yang paham bahasa Belanda, didirikanlah sekolah istimewa yang mengajarkan
bahasa Belanda. Sekolah itu kita
dapati di Ambon, Depok dan Magelang. Di samping itu, di Bandung, Magelang, Probolinggo dan Manado dibuka sekolah untuk
anak-anak bangsawan yang dididik untuk menjadi
pamong praja Indonesia. Di sekolah-sekolah “menak” itu juga diajarkan bahasa Belanda. Pada tahun 1892 ada dua macam
sekolah rendah, yaitu:
1.
Sekolah Kelas
Dua
untuk anak
rakyat biasa, lama pendidikan 3 tahun, pelajaran yang diberikan ialah
berhitung, menulis dan membaca.
2.
Sekolah Kelas
Satu
untuk anak
pegawai pemerintahan Hindia Belanda, lama pendidikan pada mulanya 4 tahun,
kemudian dijadikan 5 tahun dan akhirnya 7 tahun. Pelajaran yang diberikan ialah
ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dan ilmu mengukur tanah.
D. Penyelenggaraan Sekolah-Sekolah Bumiputera Sesudah
1850
Selama PD I (1914-1918) di
Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga insinyur. Karena itu atas usaha direksi perkebunan dan perusahaan Belanda, pada
tahun 1918 di Bandung didirikan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch
Onderwijs in Nederlandsch Indie
(Lembaga Kerajaan untuk Pengajaran Tinggi Teknik di Hindia Belanda) yang membuka Technische Hooge School (Sekolah Tinggi Teknik).
Di Jakarta pada tahun 1927 dibuka Geneeskindige
Hooge School (Sekolah Dokter) yang
pada tahun 1902 sekolah itu bernama School
tot Opleiding Voor Inlandsche Artsen (Sekolah
Dokter Bumiputera), lama pendidikan 10 tahun. Untuk praktikum maka didirikan sebuah rumah sakit yang dinamakan CBZ
(sekarang RS Cipto
Mangunkusumo).
E.
Pergerakkan
Kemerdekaan
Dengan bertambah meluasnya
pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan baru dalam masyarakat di Indonesia,
yaitu golongan cerdik pandai yang mendapat pendidikan Barat, tapi
tidak mendapat tempat maupun perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat
kolonial.
Partai
maupun pergerakan-pergerakan yang timbul sesudah tahun
1908 ada yang berdasarkan agama seperti Sarekat Islam, ada yang berdasarkan
sosial seperti Muhammadiyah, ada pula yang berazaskan kebangsaan, seperti
Indische Partij, yang pertama sekali merumuskan semboyan Indie los van Nederland yang diambil alih PNI dan diterjemahkan
menjadi “Indonesia Merdeka” (1928).
F.
Kondisi Pendidikan
Nasional Pada Masa Jepang
Zaman penjajahan Jepang berlangsung
pendek (7 Maret 1942 – 17 Agustus 1945). Karena
Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk perang. Murid-murid disuruh
bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk pertahanan. Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi
dan sayur-mayur untuk bahan makanan.
Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah
minyak untuk kepentingan perang.
G.
Kondisi
Pendidikan Nasional Zaman Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi
1. Zaman
Kemerdekaan
Upaya pemerintahan Indonesia di bidang pendidikan
awal kemerdekaan ialah mengangkat tokoh pendidik yang telah berjasa pada masa
kolonial seperti Ki Hadjar Dewantara, Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang
mengganti ejaan bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van Phuysen.
2. Zaman Orde
Baru
Pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat
dalam pucuk pimpinan pemerintahan melancarkan usaha pembangunan terencana dalam
Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya.
3. Zaman
Reformasi
Pada era pemerintahan Habibie yang masih
menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus Dur.
Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan pendidikan,
antara lain:
a) Diubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000
dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum
yang berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif,
kognitif dan psikomotorik.
b) Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar
hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi,
desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM.
Tujuan pendidikan KTSP:
a) Untuk pendidikan dasar,
di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b) Untuk pendidikan
menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta
keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c) Untuk pendidikan
menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia
serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
Tokoh Pendidikan
A.
Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara pulang ke Tanah Air pada tahun 1918
setelah menempuh studinya di Belanda. Empat tahun kemudian, tokoh yang tak
bisa menyelesaikan pendidikan kedokteran di STOVIA karena sakit ini baru bisa
mewujudkan semua gagasannya tentang dunia pendidikan dengan mendirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa
pada 3 Juli 1932 di Yogyakarta.
Perguruan bercorak nasional ini sangat menekankan rasa
kebangsaan agar siswa mencintai bangsa dan tanah air, sehingga tergerak untuk
berjuang meraih kemerdekaan. Dari tahun ke tahun, Taman Siswa terus menggeliat.
Jumlah muridnya terus bertambah. Artinya, semakin banyak pula rakyat
Indonesia yang pikirannya terbuka. Melihat kiprah Ki Hadjar Dewantara yang
terus berkembang, pemerintah kolonial Belanda kembali resah. Jalan pintas
diambil: Taman Siswa mesti diberangus. Caranya, dengan menerbitkan ordonansi
sekolah liar pada 1 Oktober 1932. Namun, berkat kegigihan Ki Hadjar Dewantara,
bukannya Taman Siswa yang bubar, melainkan justru ordonansi itulah yang akhirnya
dicabut.
Ketika Jepang masuk menggantikan pemerintahan Hindia
Belanda 1942, Ki Hadjar Dewantara tak henti berjuang lewat politik dan
pendidikan. Bersama beberapa tokoh nasional pada saat itu, Ki Hadjar duduk
sebagai salah seorang pimpinan Putera. Dedikasi panjangnya terhadap dunia
pendidikan mengantarkan Ki Hadjar menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran,
dan Kebudayaan pertama setelah Indonesia merdeka.
Penyandang gelar doctor
honoriscausa dari Universitas Gadjah Mada pada 1957 ini mengenalkan
konsep orde en vreden (tertib dan damai), dengan bertumpu
pada prinsip pertumbuhan menurut kodrat. Konsep inilah yang kemudian terkenal
dengan metode Among, dengan trilogi peran
kepemimpinan pendidik, yaitu tut wuri handayani (guru
hanya membimbing dari belakang dan mengingatkan jika tindakan siswa
membahayakan), ing madya mangun karsa
(membangkitkan semangat dan memberikan motivasi), dan ing ngarsa sung tulada (selalu menjadi contoh dalam perilaku dan
ucapan).
Sumber :
https://www.academia.edu/3742223/Sejarah_Pendidikan_Indonesia